Archive for June, 2013

#nkh

1) Para shalihat; sudahkah disampaikan pada Ayahanda atau Wali; bahwa tugas mereka soal calon suami bukan cuma bertanya & menjadi juri? #nkh

2) Bahwa tugas si Wali adalah turut giat mencari seorang lelaki bertaqwa, untuk dia alihkan tanggungjawab atas putri tercinta padanya. #nkh

3) Seperti seorang Ayah baik hati yang bertanya pada Al Hasan ibn ‘Ali; “Nasehati aku; pada siapakah aku harus menikahkan putriku?” #nkh

4) “Nikahkan putrimu pada pria bertaqwa”, jawabnya, “Jika cinta, dia akan memuliakannya. Jikapun tak cinta, dia takkan menzhaliminya.” #nkh

5) Juga seperti pemilik kebun anggur yang menikahkan putri kesayangannya pada sahaya lugu bernama Mubarak; berkah sifat jujur & amanah. #nkh

6) Dan inilah ‘Umar ibn Al Khaththab yang kalangkabut ketika menantunya nan gagah, Khunais ibn Hudzafah As Sahmi gugur di perang Badr. #nkh

7) Syahidnya Khunais membuat Hafshah binti ‘Umar, wanita mulia nan belia kecintaan Ayahnya itu telah menjanda pada usia 18 tahunnya. #nkh

8) Duka Hafshah amat dalam; inilah suami yang telah mengimami hatinya dalam iman penuh perjuangan & 2 hijrah; ke Habasyah lalu Madinah. #nkh

9) Maka ‘Umar yang tahu apa tugas seorang Ayah bergegas seusai masa ‘iddah; ditemuinya lelaki kurus & tampan berrambut inai kemerahan. #nkh

10) “Wahai Aba Bakr”, ujarnya pada Ash Shiddiq penuh semangat, “Hafshah telah menjanda; maka aku tawarkan padamu untuk menikahinya.” #nkh

11) Lelaki teguh, lembut, & berwibawa itu hanya diam & menunduk. Tak sepatah katapun keluar dari lisan mulia yang memang irit bicara. #nkh

12) ‘Umarpun berlalu dengan bingung & hati mengganjal. Didatanginya lelaki satu lagi, nan pemalu & ada bekas cacar di wajah gantengnya. #nkh

13) “Wahai ‘Utsman”, ujarnya, “Sungguh Hafshah telah menjanda & engkaupun juga seorang duda setelah wafatnya Ruqayyah putri Baginda.” #nkh

14) “Apakah engkau berkenan jika kunikahkan dia padamu?” Lelaki yang juga berhijrah 2 kali itu terhenyak & pipinya pun merah bersemu. #nkh

15) Tak terbiasa dengan pembicaraan yang begitu langsung; si kesayangan Quraisy itu tersipu-sipu. “Berilah aku waktu 3 hari”, tukasnya. #nkh

16) Maka 3 hari tuk mempertimbangkan berlalu pula. Hingga ‘Umar merasa pahit di hati, sebab ‘Utsman dengan halus menyatakan undur diri. #nkh

17) “Dalam waktu dekat-dekat ini”, katanya, “Aku merasa belum perlu untuk tergesa beristri lagi.” Dalam kecewa, ‘Umar coba memaklumi. #nkh

18) Maka sepenuh tawakkal dia curahkan rasa hati pada Sang Nabi, “Ya RasulaLlah betapa pilu; ‘Utsman menolak menikahi Hafshah putriku.” #nkh

19) Sang Nabi tersenyum menghibur dalam doa yang tulus & jujur, “Semoga Hafshah dikaruniai lelaki yang lebih baik daripada ‘Utsman.. #nkh

20) ..Dan semoga Allah karuniakan pada ‘Utsman perempuan yang lebih baik daripada Hafshah.” ‘Umar pun lega, meski masih bertanya-tanya. #nkh

21) Lalu semua terjawab indah ketika ‘Utsman dinikahkan dengan Umm Kultsum putri Nabi, adik Ruqayyah; hingga jadilah dia Dzun Nurain. #nkh

22) Dan Hafshah pun dinikahi oleh RasuluLlah sendiri; dia mendapatkan sebaik-baik lelaki, semulia-mulia pribadi, sebudi-budi suami. #nkh

23) Dalam kegembiraan & kesyukuran ‘Umar, Abu Bakr mendekat & berkata lirih, “Sepertinya ada dongkol di hatimu atas sikapku yang lalu?” #nkh

24) “Betul”, jawab Al Faruq. “Ketahuilah”, ujar Ash Shiddiq tenang, “Saat kau menawarkan Hafshah, maka aku amat ingin menerimanya.” #nkh

25) “Mengapa tak kau katakan?”, tukas ‘Umar. “Sebab aku mendengar RasuluLlah juga telah menyebut-nyebut nama Hafshah!”, sahut Abu Bakr. #nkh

26) “Itu juga mengapa tak kau sampaikan?”, cecar ‘Umar. “Sebab aku takkan membuka rahasia RasuliLlah pada siapapun”, jawab Ash Shiddiq. #nkh

27) “Ketahuilah, seandainya RasuluLlah tak berhendak menyunting Hafshah, pastilah aku yang termula-mula melamarnya padamu”, pungkasnya. #nkh

28) Betapa terbaca keluhuran pada kisah mereka. Ayah yang mulia. Sahabat setia lagi tepercaya. Cinta suci & pengorbanan bakti meraja. #nkh

29) Shalawat-salam tercurah atas RasuliLlah; terlimpah tuk keluarga jua sahabatnya; & moga terliput kita semua dengan mencintai mereka. #nkh

30) Esok pagi; buatkan kopi tuk Ayahanda & bisikkan agar lusa Jumatan mengamati; siapa tahu calon menantu di shaff terdepan menanti;D #nkh

31) Bagi yang ayahandanya telah tiada; maka Wali lain menggantikan perannya; kakek, paman, abang, & adik lelaki. Semoga Allah berkahi. #nkh

32) Hati ini selalu haru kala sesekali usai berkhuthbah & mengimami Jumat; muncul wajah teduh bertanya, “Apa Nak Ustadz sudah menikah?” #nkh

33) Dengan mata berkaca, jawabnya selalu “AlhamduliLlah sudah Pak, mohon doa agar keluarga kami barakah”; dan beliau-beliau tersenyum. #nkh

34) Saya senantiasa menjabat erat tangan mereka dalam doa; sungguh tanya mereka adalah ibadah agung seorang ayah memenuhi hak putrinya. #nkh

35) Dalam malu atas sangka baik mereka pada diri; terpanjat harap moga para ayah, kakek, paman, & saudara lelaki mengilmui hal ini. #nkh

36) Moga tutur ini jadi renungan; tak ada yang memalukan dalam mengupayakan ridha Allah di jalan halal. Selamat rehat Shalih(in+at:) #nkh

Kulwit @salimafillah

Cinta ..

Masih Adakah Cinta?

Hidup di zaman apa kami ini? Kala benih perselisihan dan kebencian tertanam Kala tumbuh kesangsian atas setiap ranum kebenaran Sudah sedemikiankah cahaya terbenam ? Hingga sepertinya bumi ini telah berganti dengan bumi yang lain Atau langit dan bumi telah bertukar tempat, entahlah

Sementara para pejuang masih menggenggam pedang tanpa gentar Bukan semata pedang sebagai senjata memenggal tiran Namun sebentuk senjata menghujam pembuka hati Bagi diri yang miskin mimpi dan kaya imaji Bagi diri yang acuh tak peduli dan hanya mendengki Bagi diri pembuat makar tanpa nurani Bagi pencongkak haus kekuasaan duniawi

Sementara di sudut papa, kami masih berjalan terseok Kami bukan takut kemiskinan, kami mengkhawatirkan pertikaian Kemana kami akan berlari berpijak, ketika tanahpun meratap Kami tak butuh kau kasihani, kami merindukan cinta kasih Dimanapun kami berdiri, uluran Maha Kasih senantiasa menghampiri Jangan kau dustai lagi, sebab kami mengerti penderitaan tak henti adalah penghapus dosa kami

Wahai yang masih mampu berlari dan memegang kendali Masih adakah CINTA untuk dapat kau perjuangkan? Agar kami dapat menitipkan rindu dan harapan untuk sepenggal saja firdaus…

*@mariananina3 on twitter

Resign dari Dakwah: Apa Untungnya?!

Meninggalkan dakwah itu perkara gampang. Kita tinggal sedikit demi sedikit menjauhinya saja. Tidak aktif lagi tanpa pemberitahuan. Tidak merespon saat dihubungi. Bersikap masa bodoh terhadap aktivasi. Tidak datang saat diundang. Sembunyi ketika dimobilisasi. Intinya, bersikap cuek dan masa bodoh saja. Tenggelamkan dalam aktivitas yang memuaskan diri. Dengan cara demikian lambat laun kita akan meninggalkan (atau barangkali lebih tepat — ditinggalkan dakwah). Gampang sekali. Tapi apa manfaatnya bagi kita mengambil sikap demikian?
Benar, meninggalkan dakwah itu perkara yang mudah. Tapi saya sangat yakin, jauh lebih mudah lagi bagi Allah ta’ala untuk mencari pengganti yang jauh lebih baik daripada mereka yang memutuskan untuk ‘pensiun’ dari dakwah. Para pengganti itu akan menggerakkan dakwah jauh lebih ikhlas dan bersemangat. Ya, sangat mudah bagi Allah untuk melakukannya. Sangat mudah. Tidak ada sedikit pun kerugian bagi dakwah ketika seseorang resign darinya. Dakwah akan terus berjalan, ada atau pun tanpa kita.
Sekali lagi kita bertanya, apa manfaatnya bagi hidup kita? Dakwah memang tidak memberi tumpukan harta. Bahkan bisa jadi kitalah yang mesti menyisihkan dari yang Allah karuniakan pada kita untuk menggerakkan dakwah. Tapi di sanalah kita menemukan makna yang indah. Kita terlibat dalam dakwah bukan untuk memperoleh harta berlimpah. Kita ingin mendapatkan keridlaan Allah, sehingga dengannya hidup kita bertabur barakah. Sekiranya kita memilih ‘masa bodoh’ dan resign dari dakwah, sungguh ada satu hal yang dikhawatirkan: dicabutnya barakah dari hidup kita. Direnggutnya rasa qanaah terhadap harta dari diri kita. Tiba-tiba saja kita berubah menjadi orang yang sangat ‘kemaruk’ dan rakus terhadap duniawi, secuil apapun ia. Lalu aktivitas dakwah ditinggalkan. Forum-forum pembinaan mulai diabaikan. Sebagai gantinya proyek-proyek materi menjadi lebih diutamakan.
Dalam situasi demikian (kadang) seseorang masih merasa berkebajikan. Padahal, yang dilakukannya tidak lebih dari aktivitas remeh yang disesaki oleh hasrat yang besar terhadap uang. Semakin dikejar, rasa puas tak pernah akan terpenuhi. Tiba-tiba juga kebutuhan tak bisa tercukupi, padahal pendapatan lebih banyak dari sebelumnya. Jika hal demikian yang terjadi, alangkah baik, sekiranya kita berhenti sejenak. Menelisik kondisi diri. Jangan-jangan kebarakahan itu telah dicerabut dari hidup kita. Na’udzubillahi min dzalik.
Setiap saat kita memang perlu menelisik diri. Jika ada benih-benih bergesernya orientasi, mari diluruskan kembali. Saat kelesuan mulai tumbuh, segera pupus dengan semangat beramal. Ketika kejenuhan mulai melanda, perlulah silaturahmi agar ada penyegaran dan suntikan semangat membara. Memperturutkan kelesuan dan kemalasan beraktivitas dakwah hanya mendatangkan situasi yang semakin berat. Lambat laun seseorang berkemungkinan ‘resign’ tanpa pamitan. Dalam situasi demikian, ia tidak menyadari bahwa ada yang berbeda dari cara berpikir, berasa, dan juga bertindak. Mulailah ia bersikap seperti penumpang dan mulai menanggalkan mental seorang sopir (driver) yang bersemangat, pantang menyerah dan berkeluh kesah, berorientasi untuk mencari solusi, dan memilih untuk tidak menghujat serta menghakimi.
Saking mudahnya meninggalkan dakwah, alasan apapun bisa dikemukakan. Seseorang dapat mengelabuhi murabbi atau qiyadah dakwah dengan alasan yang tampak masuk akal: bisnis, kerja, urusan keluarga, atau apapun (Qs. Al Fath:11 dan Al Ahzab: 13). Tapi sungguh, Allah yang paling tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diri kita. Apakah alasan-alasan itu benar adanya, ataukah muncul dari kelemahan diri dan hasrat kuat untuk menghindar dari amanah. Lagi-lagi, kita memang perlu banyak menelisik diri sendiri.
Jika hari-hari ini kita mulai tampak lesu dan tidak bergairah di jalan dakwah, forum-forum pembinaan juga terasa gampang ditinggalkan, kontribusi yang mesti diberikan juga terasa berat ditunaikan, kerinduan bertemu ikhwah tergantikan dengan hasrat kuat untuk mengejar duniawi, atau teramat nyinyir dan antipati memandang dakwah serta komunitas kebaikan lainnya, rasa-rasanya kitalah yang lebih butuh untuk menerima banyak nasihat dibandingkan orang lain. Sungguh, tak ada manfaat yang dapat diperoleh dari meninggalkan dakwah, kecuali hidup yang tercerabut dari memperoleh barakah.
Hari-hari ini ketika waktu istirahat bagi sejumlah ikhwah terasa amat singkat, kita sungguh merasa malu. Sebagian kita masih bersantai-santai, bahkan membiarkan diri dalam lalai. Ya, ada banyak di antara kita, termasuk saya, yang lebih butuh nasihat. []

*Penulis: @dwiboediyanto on twitter

Renungan bulan Rajab

dakwatuna.com – Bagi kaum Muslimin, bulan Rajab ini penuh dengan kenangan indah dan sedih sekaligus, bulan kemenangan sekaligus tragedi. Bulan ini menyaksikan pekik takbir kemenangan para pahlawan Islam pada berbagai pertempuran sekaligus genangan air mata bahkan darah. Semoga semua kejadian itu menginspirasi kita untuk menciptakan sejarah indah bagi kaum Muslimin yang akan dikenang oleh memori generasi sepeninggal kita kelak.

Di bulan ini satu setengah abad yang lalu Rasulullah di-isra’kan dari kota Mekkah ke kota Al-Quds, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Di sana Rasulullah melaksanakan shalat berjamaah dengan para rasul dan beliau menjadi imamnya. Sebuah mukjizat yang kian menegaskan kenabian dan kerasulan beliau. Kendatipun orang-orang yang diliputi kedengkian di hati mereka dan tertutup dari cahaya hidayah menolak untuk mengakuinya, bahkan mereka mengolok-oloknya.

Pada bulan ini juga, tepatnya 5 Rajab 15 H atau 12 Agustus 636 kaum Muslimin memenangi perang Yarmuk melawan tentara Romawi. Kemenangan ini menjadi pintu gerbang bagi berbagai kemenangan kaum Muslimin di negeri Syam. Di antaranya kira-kira setahun kemudian, kaum Muslimin menaklukkan kota Damaskus dengan panglima Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Khalid bin Walid setelah pengepungan lama dimana tentara Romawi mempertahankan kota itu. Namun mereka tidak kuasa menahan pengepungan itu akhirnya terjadilah perundingan damai.

Lalu pada beberapa dekade kemudian pada bulan yang sama tahun 92 H. yang bertepatan 27 April 711 M. kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad memasuki daratan pegunungan di Spanyol yang kemudian dikenal dengan Jabal Thariq (Giblaltar) setelah menyeberangi laut Tengah yang kemudian menjadi jembatan bagi berbagai kemenangan di negeri Andalusia ini.

Dan peristiwa spektakuler yang terjadi pada bulan Rajab ini, yaitu kira-kira satu abad yang lalu, seseorang yang berasal dari suku Kurdi memimpin kaum Muslimin untuk membebaskan Masjidil Aqsha dari tentara Salib. Di tanggal yang sama -menurut sebagian ulama- dengan kejadian Isra’ Mi’raj, yakni 27 Rajab tahun 583 H atau 2 oktober 1187 M. Shalahuddin Al-Ayyubi memasuki Baitul Maqdis setelah membebaskannya dari tangan-tangan tentara Salib dalam sebuah perang yang dimenanginya, Hitthin. Bersama kaum Muslimin beliau shalat Jum’at di Masjidil Aqsha setelah 88 tahun tidak pernah berkumandang azan selama dalam cengkeraman tentara Salib. Di atas mimbar yang dibuat oleh pemimpin seniornya, Nuruddin Mahmud Zanki yang tidak sempat menyaksikan terbebaskan Masjidil Aqsha karena telah dipanggil Allah 13 tahun sebelum kemenangan itu. Mimbar itu dipindahkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi dari Aleppo kemudian tetap berada di masjid itu selama berabad-abad sampai kemudian dibakar Yahudi tahun 1969.

Shalahuddin Al-Ayyubi  memasuki kota Al-Quds dan memaafkan penduduknya dan tidak ada penumpahan darah. Termasuk terhadap tentara yang tinggal di kota itu juga tidak memperlakukan sebagaimana tentara Salib terhadap kaum Muslimin ketika mereka menguasai Baitul Maqdis. Puluhan ribu orang terbunuh, bahkan mereka yang berlindung di Masjidil Aqsha dan Qubbatus Shakhrah

Shalahuddin yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk jihad di jalan Allah, menyatukan kaum Muslimin untuk memerdekakan negeri Muslim yang terjajah. Ditinggalkan nya negeri, keluarga, dan anak-anaknya dengan segala kemewahan dan ketenteramannya demi tercapainya cita-citanya, membebaskan Masjidil Aqsha. Seperti halnya Nuruddin Mahmud yang tidak pernah tersenyum semenjak Baitul Maqdis dikuasai tentara Salib. “Saya malu kepada Allah yang melihatku tersenyum sedangkan kaum Muslimin terjajah,” kata Nuruddin.

Saat ini Palestina dengan masjid sucinya kembali terjajah. Berawal dari bulan yang sama Zionis mengumumkan berdirinya Negara Israel, yakni pada 7 Rajab 1367 H. atau 15 April 1948 M. setelah mereka memenangi pertempuran melawan bangsa Arab.

Berdirinya negara Israel di Palestina tidak terlepas dari tragedi Rajab di Turki, dimana Mustafa Kamal Attaturk  yang  membubarkan Kekhalifahan Turki Utsmani. Tepat pada 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. yang kemudian menobatkan dirinya sebagai pemimpin Turki dan mengusir khalifah beserta keluarganya ke luar negeri. Kemudian ia melakukan sekulerisasi di negeri itu dengan menutup kegiatan shalat di masjid Aya Sofia, mengambil sajadah-sajadahnya, mencopot hiasan-hiasan yang berbahasa Arab serta mimbarnya lalu merubahnya menjadi museum. Itu terjadi juga pada bulan Rajab, tepatnya 16 Rajab 1343 H atau 21 Februari 21 Februari 1925 M. Setahun kemudian ia mengeluarkan  instruksi berupa kewajiban membaca Al-Qur’an dengan bahasa Turki sebagai gantinya Al-Qur’an dengan bahasa Arab dengan dalih orang-orang Turki tidak bisa berbahasa Arab. Hal itu terjadi pada 28 Rajab 1344 H.

Kini Masjidil Aqsha, kiblat pertama kaum Muslimin dan masjid suci ketiga setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu masih merana di bawah tekanan dan penjajahan bangsa Yahudi. Namun sayangnya tidak ada lagi Shalahuddin Al-Ayyubi dan Nuruddin Mahmud Zanki. Ribuan kaum Muslimin Palestina menjadi korban kebiadaban bangsa Yahudi tanpa ada kekuatan Islam yang berani mencegahnya. Tidak negeri Arab apalagi bangsa lain non-Arab. Disaksikan oleh mata dunia mereka membantai warga Palestina, bukan saja tentara namun rakyat sipil, bahkan orang tua, wanita, dan anak-anak.

Berbagai upaya perundingan damai yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB selalu dilanggar oleh Israel. Mulai dari Camp David yang ditanda-tangani oleh pemerintahan Mesir dan Tel Aviv pada tahun 1979 sampai perjanjian Oslo yang dibuat tahun 1993 dan ditanda-tangani dengan Organisasi  Pembebasan Palestina (PLO) dengan melucuti otonomi Otoritas Palestina pada sebagian besar wilayah pendudukan.

Sifat ingkar janji ini memang karakter asli mereka sebagaimana yang diingatkan Al-Qur’an.

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa.” Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, Maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.  Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 63-66)

Kewajiban Kaum Muslimin

Di bulan yang mengaduk-aduk perasaan kaum Muslimin ini hendaknya tertanam keyakinan bahwa persoalan Masjidil Aqsha tidak saja masalah yang harus ditanggung dan dihadapi bangsa Palestina sendiri. Kendatipun mereka berada di barisan terdepan dalam membebaskan Negeri Isra’ dari penjajahan Yahudi. Ini adalah bagian dari aqidah yang diimani oleh para pahlawan kaum Muslimin yang berjuang untuk membebaskannya.

Masjidil Aqsha adalah masjid tertua kedua di muka bumi bagi kaum Muslimin setelah Masjidil Haram yang kemudian menjadi kiblat pertama mereka sebelum Masjidil Haram.

Abu Dzar bertanya, “Ya Rasulullah, masjid pertama yang dibangun di muka bumi itu apa?” beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Kemudian aku bertanya lagi, “Lalu masjid apa lagi?” beliau menjawab, “Masjidil Aqsha.” Aku tanyakan lagi, “Berapakah jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Lalu dimana pun kamu mendapati shalat, shalatlah di situ, sebab keutamaan ada di situ.” (Muttafaq Alaihi)

Kemudian Rasulullah saw. juga menempatkan Masjidil Aqsha sebagai salah satu dari tiga tujuan wisata spiritual dimana seseorang mendapatkan pahala saat mengunjunginya, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Bahkan beliau juga mengabarkan kepada kita keutamaan shalat di dalamnya sebagaimana sabda beliau,

الصَّلاةُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي مَسْجِدِي بِأَلْفِ صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلاةٍ»

“Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat , shalat di Masjidku ini sama dengan seribu shalat, sedangkan shalat di Baitul Maqdis sama dengan lima ratus shalat (di tempat lain).” (Thabrani)

Secercah Harap

Bulan Rajab juga menjadi saksi bagi bergolaknya kembali aksi perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajah Israel dengan sebuah aksi yang dikenal dengan Intifadhah Kedua. Yaitu pada 12 Rajab tahun 1422 H. atau 29 September 2000 M. Aksi ini dipicu oleh kunjungan provokatif yang dilakukan Perdana Menteri Ariel Sharon yang ketika itu juga menjabat ketua partai Likud. Ribuan warga Palestina bentrok melawan tentara bersenjata Israel demi mempertahankan Masjidil Aqsha. Aksi ini dinilai sebagai sebuah keberhasilan karena telah mengangkat masalah Palestina ke masyarakat dunia sekaligus mencoreng muka penjajah yang menggunakan segala cara dan alat tempur untuk menghentikan Intifadhah ini hingga terbunuh 3540 warga Palestina dan 60 ribu rumah luluh lantak akibat serangan rudal mereka. Ribuan warga terusir dari pemukiman mereka.

Jika saja bisa mengungkapkan, di bulan Rajab ini Masjidil Aqsha mungkin ingin menuturkan harapannya akan kedatangan Sang pembebas yang mengeluarkannya dari cengkeraman Zionis. Mengharapkan para pemimpin di dunia Arab dan Islam bersatu untuk menolongnya dari rekayasa Zionisme yang berupaya merobohkannya lalu membangun di atasnya Heikal Sulaeman, sebuah mitos dan khurafat rekaan mereka. mari kita tangisi diri kita yang tak mampu berbuat apapun untuk membebaskan kiblat pertama kaum muslimin ini.

Sumber: http://m.dakwatuna.com/2013/05/31/34133/rajab-dan-pembebasan-al-aqsha/#ixzz2VEsEcqUx
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook